19 Mei, 2008

Hubungan Chatting dan Selingkuh

Semakin banyak orang menikah yang memanfaatkan fasilitas chatting di Internet untuk memperoleh hiburan lain dari lawan jenis yang bukan pasangannya, demikian temuan sebuah penelitian di AS yang dilaksanakan baru-baru ini.


Menurut penyelidikan yang dilakukan peneliti dari Universitas Florida, para chatter yang terlibat hubungan dengan orang lain di Internet itu tidak merasa tindakannya salah, apalagi mengancam rumah tangga mereka. Padahal di lain pihak, banyak pasangan yang beranggapan hubungan lewat jagad maya itu termasuk pengkhianatan, meski dalam banyak kasus para chatter tidak melakukan kontak fisik.

"Internet sepertinya akan menjadi salah satu bentuk umum ketidaksetiaan, atau bahkan sudah," ujar Beatriz Mileham dari Universitas Florida, peneliti kasus ini. "Sebelumnya tidak pernah seorang pria atau wanita yang sudah menikah menemukan ’kencan’ atau ’teman selingkuh’ semudah ini."


Getaran Seksual

Senada dengan penelitian Mileham, sebuah grup konseling di AS mengatakan bahwa chat room sekarang telah menjadi salah satu penyebab tercepat retaknya hubungan suami-istri. "Masalah itu bisa menjadi lebih parah seiring dengan makin banyaknya orang yang online dan gemar chatting," papar Mileham.


Dalam penelitian yang dilakukannya, Mileham mewawancarai beberapa pria dan wanita yang menggunakan chat room sebagai tempat mencari ’teman’. Ia mendapatkan bahwa kebanyakan orang yang chatting dengan partner yang sama lama-lama akan jatuh cinta padanya. Rasa jatuh cinta itu tidak seperti jatuh cinta pada pasangannya, tapi ada sisi-sisi erotis bahwa mereka tidak saling tahu, dan tidak ada rasa harus bertanggungjawab. Pendek kata banyak orang yang jatuh cinta karena bebasnya hubungan itu.


"Di situ kita bisa membicarakan apa saja tanpa harus dibebani rasa malu," ujar seorang responden pria. "Orang juga merasa lebih bebas karena mereka tidak harus bertemu mata secara langsung pada awal perkenalan mereka."


Mengapa orang berpetualang di chat room? Menurut penelitian, penyebab utamanya adalah kebosanan, pasangan yang tidak lagi bergairah secara seksual, pasangan yang tidak menarik, keinginan untuk mencoba sesuatu yang lain, atau hanya sekedar main-main.


"Alasan utama yang diutarakan para pria adalah tidak harmonisnya kehidupan seksual dalam perkawinan mereka," tandas Mileham. "Banyak diantaranya mengatakan bahwa istri mereka terlalu disibukkan dengan urusan anak-anak sehingga tidak lagi tertarik untuk melakukan hubungan seksual."


Dari Virtual Menjadi Kenyataan

Berdasar penelitian, Mileham menemukan pula bahwa apa yang mulanya merupakan chatting pertemanan seringkali menjadi hubungan yang lebih serius. Hampir sepertiga dari responden mengaku pernah menemui teman kencannya. Di antara mereka yang melakukan pertemuan tersebut, nyaris seluruhnya berakhir dengan perselingkuhan sungguhan.

"Dengan kondisi tersebut, tidak heran bila aktivitas seksual online merupakan penyebab utama dalam masalah perkawinan di masa mendatang," kata Al Cooper, pengarang buku Sex And The Internet: A Guidebook For Clinicians.


"Banyak masalah yang berawal dari kegenitan online, dan berakhir pada perceraian. Jadi berhati-hatilah!" demikian diperingatkan Cooper.

16 Mei, 2008

Saya Belajar

Saya belajar,
bahwa saya tidak dapat memaksa orang lain mencintai saya,
saya hanya dapat melakukan sesuatu untuk orang yang saya cintai…

Saya belajar,
bahwa butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun
kepercayaan dan hanya beberapa detik saja untuk
menghancurkannya….

Saya belajar,
bahwa sahabat terbaik bersama saya dapat melakukan
banyak hal dan kami selalu memiliki waktu terbaik…

Saya belajar,
bahwa orang yang saya kira adalah orang yang jahat,
justru adalah orang yang membangkitkan semangat hidup saya
kembali serta orang yang begitu perhatian pada saya…

Saya belajar,
bahwa persahabatan sejati senantiasa bertumbuh walau
dipisahkan oleh jarak yang jauh, beberapa diantaranya melahirkan
cinta sejati….

Saya belajar,
bahwa jika seseorang tidak menunjukkan perhatian seperti yang
saya inginkan, bukan berarti bahwa dia tidak mencintai saya….

Saya belajar,
bahwa sebaik-baiknya pasangan itu, mereka pasti pernah melukai
perasaan saya….dan untuk itu saya harus memaafkannya…

Saya belajar,
bahwa saya harus belajar mengampuni diri sendiri dan orang
lain…kalau tidak mau dikuasai perasaan bersalah terus-menerus…

Saya belajar,
bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pribadi saya, tapi saya
harus bertanggung jawab untuk apa yang saya telah lakukan..

Saya belajar,
bahwa dua manusia dapat melihat sebuah benda, tapi kadang dari
sudut pandang yang berbeda…

Saya belajar,
bahwa tidaklah penting apa yang saya miliki,
tapi yang penting adalah siapa saya ini sebenarnya…

Saya belajar,
bahwa tidak ada yang instant atau serba cepat di dunia ini,
semua butuh proses dan pertumbuhan, kecuali saya ingin sakit hati…

Saya belajar.
bahwa saya harus memilih apakah menguasai sikap dan emosi
atau sikap dan emosi itu yang menguasi diri saya…

Saya belajar,
bahwa saya punya hak untuk marah, tetapi itu bukan berarti
saya harus benci dan berlaku bengis….

Saya belajar,
bahwa kata-kata manis tanpa tindakan adalah saat perpisahan
dengan orang yang saya cintai…

Saya belajar,
bahwa orang-orang yang saya kasihi justru sering diambil segera
dari kehidupan saya…

Selamat belajar……. !!!

14 Mei, 2008

Anak Kerang

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.

"Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam." "Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi! tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara ; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transdensial untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa". Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa".

Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transdensial tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki : menjadi ´kerang biasa´ yang disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara´. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja´.

So..sahabat mungkin saat ini kamu sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka krn orang2 disekitar kamu..cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil katakan didalam hatimu.. "Airmataku diperhitungkan Tuhan..dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara2..."


13 Mei, 2008

Jadikan Keluarga Besar Sebagai Media Belajar bagi Anak


Lewat keluarga besar, seorang anak semakin dapat melihat keberagaman dan belajar menghargai perbedaan. Lewat keluarga besar juga, nilai-nilai luhur diturunkan dan ditradisikan.

Keluarga dapat berfungsi menahan dan menetralisir banyak pengaruh buruk dari lingkungan. Dukungan dan sebaliknya pun dapat diperoleh anak dari keluarganya. Kini ikatan keluarga seolah-olah mengendur tergantikan dengan seabrek aktivitas pendidikan dan sosialisasi yang dibebankan pada anak.

Henny Sitepu Supolo SS, MA pakar pendidikan anak, berpendapat bahwa sebelum adanya keluarga besar, keluarga merupakan inti elemen penting untuk dikenal dan diterima anak. Hubungan kuat berlandaskan keinginan berkomunikasi timbal balik merupakan hal penting dalam lingkungan ini.

Perkenalkan anak terlebih dulu pengenalan pohon keluarga yang masih satu kakek dan nenek, paman dan bibi, adik dan kakak, serta sepupu-sepupu. Setelah itu baru keluarga lainnya yang berasal dari satu buyut. Tahapan ini penting untuk pemahaman anak, pada dasarnya kedekatan keluarga dan prioritas sesungguhnya banyak ditentukan oleh tahapan tersebut.

Menurut Henny, biasanya kedekatan dalam keluarga besar juga sangat tergantung dari kemampuan berkomunikasi kedua belah pihak. Bukan hanya dari anak-anak tapi juga dari pihak paman, bibi atau para sepupu itu katanya. Bahkan, sebagian orang menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi dalam keluarga. Alasannya, selain untuk memudahkan berkomunikasi, juga untuk mendekatkan emosi anak pada budaya dan akar tradisinya.

Dalam pengenalan keluarga besar ini, Henny mengungkapkan, tidak pernah memaksakan anak-anak untuk datang ke pertemuan keluarga kecuali saat Lebaran dan kegiatan keagamaan yang dilakukan bersama keluarga besar. Baginya acara ulangtahun atau arisan keluarga bukan keharusan untuk didatangi bersama anak.

Hal ini disepakati karena merasa bahwa kedekatan bukan berasal dari pertemuan yang dipaksakan, tapi akan datang langsung dari hati anak-anak itu sendiri. Biasanya anak yang terbiasa dekat dengan keluarga besarnya akan nyaman ketika bergaul dengan orang yang lebih tua. Ini salah satu hal positif dari kedekatan keluarga besar. Keterampilan berkomunikasi memang sangat dilatih saat anak dibiasakan bergaul dengan keluarga besar yang memiliki beragam tutur.

Penanaman nilai memegang peranan ketika anak berinteraksi dengan keluarganya seperti sikap saling menghargai, mencintai damai dan menghargai perbedaan adalah beberapa diantaranya. Henny mengatakan kemalasan anak karena tidak biasa bergaul dengan keluarga besarnya sesungguhnya bisa disamakan dengan ketidaknyamanan anak berada di lingkungan baru.

Bagaimana anak tidak bosan bila ia harus duduk diam dan tidak boleh membantah meski tidak setuju dengan apapun yang didengarnya. Atau bagaimana tidak akan gelisah bila dalam jangka waktu lama, duduk manis merupakan keharusan untuk lulus kesopanan paparnya.

Namun pada anak juga bisa diberikan pemahaman dan semacam tips untuk menghadapi kondisi ini. Antara lain, tidak perlu terlalu lama berada dan duduk diam, segera mencari kegiatan yang kira-kira bisa mengalihkan kebosanannya. Umpamanya, mengajak bermain halma, kartu dan sebagainya.

Ketika anak kami masih kecil, kami tidak pernah mengajak mereka ke acara arisan keluarga hanya karena mereka sungguh menjadi bosan tidak memiliki kegiatan apapun selain duduk menunggu pertanyaan dari orangtua. Meski kami sudah membawakan buku cerita dan buku gambar, tetapi berada di arisan keluarga dimana teman sebaya sangat jarang dan bahkan tidak ada, menjadi pilihan terakhir dalam pengisian akhir pekan mereka paparnya.

Makin dewasa anak juga bisa merasakan perbedaan adat antara kelompok keluarga ayah dan ibunya. Atau perbedaan menghadapi beberapa paman, bibi, kakek, nenek atau sepupu. Dengan merasakan perbedaan, sesungguhnya anak juga akan melatih kemampuannya untuk bisa berkomunikasi secara efektif dengan siapapun yang dihadapinya. Dan ini juga merupakan salah satu keuntungan secara langsung bila kita bisa membiasakan anak-anak mengenal keluarga besarnya.

Henny mengaku, memberi kebebasan pada kedua anaknya untuk tidak mengikuti acara keluarga besarnya. Mereka boleh tidak hadir asal alasan yang mereka paparkan bisa saya terima. Dengan demikian saya tidak serta merta memaksa mereka hadir dalam acara keluarga tersebut.

Diakuinya, anaknya telah memiliki komunitas sendiri kadangkala merasa lebih asyik bersama dengan teman-temannya daripada bertemu dengan keluarga yang berbeda generasi ini. Namun, Henny berpendapat, bertemu dengan keluarga besar tetap perlu bagi kedua anaknya.